Minggu, 04 Agustus 2013

Saya Benci Petasan!!!

Duar, duar. der, doorrr!!! Pernahkan kaget ketika mendengar suara letusan. Bukan letusan tembakan atau bom, tapi ini adalah 'bibit' bom. Ya kalau yang belum pernah merasakan miniatur bom seperti apa bisa dekat-dekat dengan petasan. Atau yang ingin menjadi 'pengantin' seperti awak-awak teroris bisa itu main-main dengan petasan. Bagi saya, petasan adalah awal mula kita memainkan bom. Jujur saya cukup kesal dan emosi ketika mendengar suara petasan yang mengagetkan. Emang  sih, tidak ada petasan yang tidak membuat kaget. Jujur ketika kecil saya juga pernah memainkan petasan, sampai saya merasakan ledakan petasan terjadi persis di depan mata, untung saja tidak berakibat fatal. Sejak saat itu saya mengatakan berhenti untuk main-main dengan yang namanya petasan.

Beberapa tahun belakangan ini petasan sudah jadi bahan yang dilarang beredar di masyarakat. Terutama sejak kasus peledakan bom oleh teroris berjubah. Razia demi razia dilakukan pihak keamanan untuk membatasi peredaran petasan, namun tetap saja produksi dan distribusinya berjalan, karena memang tingkat konsumsi petasan masyarakat kita juga tinggi. Konsumsi yang tinggi terhadap petasan ini banyak ditemui dari anak-anak kecil sampai orang dewasa yang memainkan petasan, entah di jalan, di lapangan atau dimana saja ketika mereka punya uang untuk dibelikan. Mereka sepertinya tidak eman-eman membelanjakan uang untuk membeli sebuah petasan, kepuasan terbayarkan ketika melihat suatu ledakan, apalagi kalau bisa membuat orang kaget. Sungguh bagi saya ini benih atau bibit 'pengantin' pelaku terorisme. Karena sedari kecil sudah dibiasakan melihat ledakan dan menjadi eksekutor ledakan serta senang ketika melihat orang lain terkaget-kaget.

Sungguh saya dibuat kesal ketika melihat anak-anak kecil bermain petasan dan meledakannya di sembarang tempat, tergantung kesukaan mereka, setelah itu mereka bersorak kegirangan. Sungguh ironis, padahal di sudut lain ada orang tua atau orang lain yang jantungnya hampir copot mendengar ledakan petasan yang mereka mainkan. Ironis lagi ketika dilakukan di sebuah lapangan dekat dengan tempat ibadah, masjid misalnya. Ketika orang-orang sedang teraweh, eh anak-anak bermain petasan, suara ledakan petasan jelas mengganggu kekhusukan beribadat. Belum lagi nanti setelah shalat hari raya, pasti petasan dibunyikan sembarangan. Padahal ada di masjid lain ada umat yang masih beribadat. Sungguh tindakan yang tak terpuji, namun masih saja dibiarkan atau mungkin dibina.

Pembinaan yang positif harusnya sudah mulai dilakukan di tingkat keluarga, kemudian tingkat yang lebih tinggi masyarakat, bisa melalui ceramah agama atau cara lain yang lebih 'keras' mendidik bahwa bermain petasan itu adalah tindakan yang tidak terpuji. Penggunaan petasan secara sembarangan adalah suatu tindakan yang tidak boleh dilakukan, apalagi oleh anak-anak dibawah umur. Petasan sewajarnya digunakan untuk acara-acara tertentu saja, misalnya diadat Betawi ada penggunaan petasan untuk ritual tertentu, kemudian masyarakat Tionghoa ketika imlek atau acara pernikahan. Di sanalah penggunaan petasan yang dianggap wajar, tidak lebih dari itu, yang justru tak membawa manfaat apa-apa. Paling manfaat keuntungan dari si produsen dan distributor petasan tersebut.

Sudah banyak korban jiwa akibat penggunaan petasan yang salah, dari tingkat konsumen, distributor sampai produsennya. Bahayanya ya meledak, kebakaran, serta korban jiwa bisa saja meninggal atau harus diamputasi. Mengerikan bukan? Sama seperti korban dari ledakan bom. Jadi sekali lagi wajar jika saya mengatakan bahwa petasan adalah bibit dari bom. Malah saya sampai senang melihat korban jiwa pelaku-pelaku petasan, dalam hati berkata, "Syukurin, mampus lu!!!" Apalagi kalau ada yang diamputasi, karena itu imbalan yang cukup agar mereka jera tidak menggunakan petasan untuk kesenangan atau kepuasan sesat.

Penggunaan petasan yang salah lebih dominan ketika menjelang hari raya, atau pas hari raya, kemudian ketika momen tahun baru, bahkan malah har-hari biasa dimana tidak ada momen apa-apa. Mereka pengguna petasan dengan mudah membeli petasan, di kaki lima. Padahal kalau dirazia selalu pedagang berdalih hanya menjual kembang api, tapi nyatanya masih aja ada suara "Duarm der, dor!" dari kejauhan. Kalau kembang api sih semua orang juga tahu dan memang ada suara yang mengagetkan juga, namun masih ada efek keindahan yang bisa dinikmati, dibandingkan petasan yang hanya meledak sesaat dan mengagetkan. Alih-alih berbagi rejeki, tapi efek negatifnya menjalar kesemua orang. Lalu sampai kapan kebiasaan buruk ini akan terus berjalan? Ketegasan pihak keamanan dalam menegakan aturan jadi sangat penting. Selama masih ada petasan beredar, mungkin sumpah serapah untuk korban dari pelaku pemain petasan akan terus terucap. Karena mereka lebih puas atau jera ketika sudah menjadi korban daripada sebelum menjadi korban mereka sadar. Jadi karena itu pilihan anda, rasakan akibatnya bermain petasan. "Mampus saja sekalian meledak bersama petasan yang kamu mainkan!!!"

Wiskun: Es Sop Timun Suri

Bulan puasa selalu berbeda dari bulan-bulan biasa setiap tahunnya. Meski kami bukan yang menjalani ibadah di bulan tersebut, namun suasana di bulan puasa bisa menjalar ke semua orang. Bukan soal tidak bisa makan di tempat umum, tetapi lebih ke variasi kuliner yang bisa dinikmati di bulan puasa ini, ya terutama ketika akan berbuka. Dikatakan ketika puasa sih harusnya bisa lebih irit, tapi nyatanya tidak juga, justru di bulan puasa ini pengeluaran relatif lebih besar, karena di bulan ini pula sebagian orang yang berusaha berdagang makanan untuk berbuka mendulang rupiah yang tidak sedikit. Banyak menu-menu kuliner yang dijajakan ketika bulan puasa. Sering juga dikenal dengan namanya takjil. Entahlah arti pastinya apa, yang jelas yang saya pahami adalah menu awal untuk berbuka, berupa kuliner yang manis. Ragamnya macam-macam, dan banyak dijumpai di jalanan ketika menjelang waktu berbuka.


Omong-omong soal takjil ini, keluarga saya juga mempersiapkannya, meski kami tidak menjalankan ibdah puasa. Kebetulan nyokap senang buat olahan makanan, ya dari yang sifatnya sederhana sampai yang ribet. Kemarin sore (2/8), nyokap membuat takjil yang saya namai "es sop timun suri". Soalnya saya tidak tahu lagi menamai aoa, karena tidak ada nama paten untuk itu. Kebetulan isi dari kuliner yang dibuat itu hanya timun suri, lalu jus sirsak yang dicampur jadi satu, plus susu dan sedikit gula.

Timun suri memang cukup terkenal di bulan puasa, ya karena buah satu ini cukup segar bila diolah menjadi menu takjil, bisa untuk sop buah, coctail dll. Mengomentari soal timun suri, saya ingat tahun lalu atau dua tahun lalu. Timun suri ramai dijajakan penjual di kiri kanan jalan, ketika itu saya masih di ibukota, Depok dan Jakarta. Banyak pedagang yang menjual timun suri di jalanan, warna buahnya cukup menggoda, hijau kekuningan yang cerah, sehingga ketika dijajakan di pinggir jalan terlihat sekali rasa segarnya jika dikonsumsi. Memangg cocok menjadi menu penggoda ketika di bulan puasa, apalagi mantab jadi menu berbuka puasa. Warna hijau kekuningan yang cerah itu sudah bisa dipastikan ketika dari kejauhan, pasti itu timun suri. Nah yang berbeda di tahun ini, saya tidak melihat timun suri seperti yang dulu, warna hijau kekuningan sudah tak terlihat lagi. Bukan karena timun surinya tidak ada, timun surinya ada, hanya warnya tak serah dulu. Timun suri yang dijual sekarang kecil buahnya, memang ada yang besar, namun warnanya sekarang cenderung pucat, putih kehijauan. Sehingga ketika kita melihat dari jauh, sulit meyakinkan bahwa itu adalah timun suri. Saya pikir, timun suri begitu karena pengaruh cuaca, karena tahun ini kemarau basah tak kunjung usai. Sedangkan timun suri maksimal panen ketika musim kemarau. Mungkin karena itu banyak petani yang memanen lebih awal untuk mencegah buahnya busuk atau gagal panen, sehingga efek hijau kekuningan tidak terlihat jelas. Rasanya sih tidak berbeda, tetap manis.

Menu takjil es sop timun suri buatan nyokap bisa dilihat di foto yang saya ambil di meja makan. Tidak jelas tapi lumayan untuk dokumentasi. Jadi ketika saya tak bisa pulang, saya bisa melepas kangen dengan membaca postingan ini dan melihat gambar yang saya sajikan. Sekian catatan saya di pos tentang wisata kuliner, meski saya tidak berwisata kuliner karena ini kuliner buatan sendiri, tapi tidak apa karena tidak jauh dengan kuliner. Jika ada yang mau mencoba es sop timun suri ini bisa berwisata ke rumah saya. ha3x, sekian, sampai jumpa di postingan tentang kuliner lainnya. "Yummmy"

Sabtu, 03 Agustus 2013

Wiskun: Es Sop Timun Suri

Bulan puasa selalu berbeda dari bulan-bulan biasa setiap tahunnya. Meski kami bukan yang menjalani ibadah di bulan tersebut, namun suasana di bulan puasa bisa menjalar ke semua orang. Bukan soal tidak bisa makan di tempat umum, tetapi lebih ke variasi kuliner yang bisa dinikmati di bulan puasa ini, ya terutama ketika akan berbuka. Dikatakan ketika puasa sih harusnya bisa lebih irit, tapi nyatanya tidak juga, justru di bulan puasa ini pengeluaran relatif lebih besar, karena di bulan ini pula sebagian orang yang berusaha berdagang makanan untuk berbuka mendulang rupiah yang tidak sedikit. Banyak menu-menu kuliner yang dijajakan ketika bulan puasa. Sering juga dikenal dengan namanya takjil. Entahlah arti pastinya apa, yang jelas yang saya pahami adalah menu awal untuk berbuka, berupa kuliner yang manis. Ragamnya macam-macam, dan banyak dijumpai di jalanan ketika menjelang waktu berbuka.


Omong-omong soal takjil ini, keluarga saya juga mempersiapkannya, meski kami tidak menjalankan ibdah puasa. Kebetulan nyokap senang buat olahan makanan, ya dari yang sifatnya sederhana sampai yang ribet. Kemarin sore (2/8), nyokap membuat takjil yang saya namai "es sop timun suri". Soalnya saya tidak tahu lagi menamai aoa, karena tidak ada nama paten untuk itu. Kebetulan isi dari kuliner yang dibuat itu hanya timun suri, lalu jus sirsak yang dicampur jadi satu, plus susu dan sedikit gula.

Timun suri memang cukup terkenal di bulan puasa, ya karena buah satu ini cukup segar bila diolah menjadi menu takjil, bisa untuk sop buah, coctail dll. Mengomentari soal timun suri, saya ingat tahun lalu atau dua tahun lalu. Timun suri ramai dijajakan penjual di kiri kanan jalan, ketika itu saya masih di ibukota, Depok dan Jakarta. Banyak pedagang yang menjual timun suri di jalanan, warna buahnya cukup menggoda, hijau kekuningan yang cerah, sehingga ketika dijajakan di pinggir jalan terlihat sekali rasa segarnya jika dikonsumsi. Memangg cocok menjadi menu penggoda ketika di bulan puasa, apalagi mantab jadi menu berbuka puasa. Warna hijau kekuningan yang cerah itu sudah bisa dipastikan ketika dari kejauhan, pasti itu timun suri. Nah yang berbeda di tahun ini, saya tidak melihat timun suri seperti yang dulu, warna hijau kekuningan sudah tak terlihat lagi. Bukan karena timun surinya tidak ada, timun surinya ada, hanya warnya tak serah dulu. Timun suri yang dijual sekarang kecil buahnya, memang ada yang besar, namun warnanya sekarang cenderung pucat, putih kehijauan. Sehingga ketika kita melihat dari jauh, sulit meyakinkan bahwa itu adalah timun suri. Saya pikir, timun suri begitu karena pengaruh cuaca, karena tahun ini kemarau basah tak kunjung usai. Sedangkan timun suri maksimal panen ketika musim kemarau. Mungkin karena itu banyak petani yang memanen lebih awal untuk mencegah buahnya busuk atau gagal panen, sehingga efek hijau kekuningan tidak terlihat jelas. Rasanya sih tidak berbeda, tetap manis.

Menu takjil es sop timun suri buatan nyokap bisa dilihat di foto yang saya ambil di meja makan. Tidak jelas tapi lumayan untuk dokumentasi. Jadi ketika saya tak bisa pulang, saya bisa melepas kangen dengan membaca postingan ini dan melihat gambar yang saya sajikan. Sekian catatan saya di pos tentang wisata kuliner, meski saya tidak berwisata kuliner karena ini kuliner buatan sendiri, tapi tidak apa karena tidak jauh dengan kuliner. Jika ada yang mau mencoba es sop timun suri ini bisa berwisata ke rumah saya. ha3x, sekian, sampai jumpa di postingan tentang kuliner lainnya. "Yummmy"