Pengalaman Iman dari Maria dan Marta, itu yang ingin saya tulis kali ini. Pengalaman iman ini saya peroleh dari bacaan Injil hari Minggu dan renungan dari khotbah romo yang memimpin misa sore ini. Melalui Maria dan Marta digambarkan bahwa seperti itulah sedikit wajah manusia. Namun dari pengalaman iman yang dialami Maria dan Marta bisa jadi pelajaran juga untuk kita, jika kita mau merenungkannya.
Bacaan Injil sore ini mengisahkan soal Maria dan Marta yang mendapat kunjungan Yesus, ketika Yesus dengan murid-muridnya mengunjungi Yerusalem. Ketika tiba di suatu desa, Yesus diterima di rumah Marta. Marta mempunyai saudara yang bernama Maria. Ketika Yesus datang dan berada di rumah Marta, Maria saudara Marta duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, sedangkan Marta sibuk melayani. Melihat Maria asyik duduk dekat Yesus, Marta mendekati Yesus dan berkata, "Tuhan, tidakkah Engkau peduli bahwa saudariku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku." Tetapi Tuhan menjawabnya, "Marta, Marta, engkau khawatir dan menyusahkan diri dengan banyak hal, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian terbaik, yang tidak akan diambil dari dia."
Romo memberikan perenungannya dari bacaan Injil Minggu ini. Bahwa kita diajak untuk menyadari bahwa kita harus punya waktu untuk mendekatkan relasi dengan Tuhan, bukan berarti kita sibuk, kita melupakan relasi dengan Tuhan. Marta memilih untuk duduk dekat Yesus dan mendengarkan sabda-Nya, sedangkan Marta sibuk melayani. Bukan berarti apa yang dilakukan Marta salah dan Maria juga salah, tidak ada yang salah dari keduanya. Hanya saja, kita diajak untuk melakukan keseimbangan. Maria memilih untuk dekat bersama Yesus, diharapkan apa yang sudah diperoleh ketika berelasi dengan Yesus bisa diterapkan dengan baik dalam kehidupan. Kemudian, kita tidak boleh memelihara benih-benih sakit hati, iri hati dll. Karena disanalah awal dari segala yang jahat, dari sakit hati itu akan teradi terus balas membalas karena alasan sakit hati atau iri hati sebelumnya.
Romo mengisahkan pengalaman pribadinya ketika di seminari, berkaitan dengan sakit hati. Di asrama seminari dimana sewaktu romo masih pendidikan, tinggal beberapa calon romo. Di sana tinggal frater-frater dari berbagai latar belakang, ada yang kaya, menengah sampai yang miskin. Kebiasaan ketika habis kunjung pulang ke keluarga, frater-frater itu terkadang membawa buah tangan dari rumahnya untuk bekal selama di seminari. Ada frater dari keluarga biasa saja membawa makanan rakyat, buat frater dari yang keluarga kaya membawa makanan yang sedikit berbeda. Di pengalaman romo ini diceritakan ada seorangg frater membawa biskuit, biskuit jadi barang yang agak langka di sana. Nah frater ini bisa dianggap pelit, karena biskuit yang dia bawa hanya disimpan di lemarinya saja, tidak bersama-sama dibagi ketika sedang kumpul bersama frater lainnya. Akhirnya muncul rasa iseng dari kawan fraternya, untuk mengambil biskuit itu. Jadi ketika pulang dari sekolah, frater yang ingin iseng itu pulang lebih dulu untuk mengamankan biskuit milik frater yang pelit tadi. Frater yang pelit tadi tidak tahu. Malam hari ketika acara kumpul bersama, oleh frater iseng tadi biskuit hasi curian tadi dikeluarkan untuk makan bersama. Kemudian datang frater pelit tadi, ikut makan bersama, sambil dipikirannya muncul rasa heran, dari mana asal biskuit-biskuit ini padahal sebelumnya tidak pernah ada yang membawa makanan sekelas biskuit ini. Akhirnya frater pelit ini melihat ke lemarinya dan melihat biskuitnya kosong. Frater ini tidak mempermasalahkannya, hanya menyimpannya di dalam hati, padahal ada rasa kesal. Akhirnya suatu waktu sepulang dari sekolah, frater pelit tadi sedang mampir di sebuah warung makan. Frater ini memanggil teman-temannya frater untuk datang makan bersama, pikir dari teman-teman frater yang diundang adalah akan ada traktiran. Akhirnya teman-teman frater pelit tadi makan, belum teman-teman frater pelit tadi selesai makan, frater pelit pamit pulang setelah membayar hanya makanan yang dia makan saja. Sontak situasi ini membuat teman frater pelit yang diajak makan kaget dan bergumam dalam hati, karena mereka tidak membawa uang untuk membayar makanan yang telah dimakan. Inilah balasan atas apa yang dilakuan beberapa waktu lalu soal biskuit. Akhirnya si pemilik warung makan sadar, bahwa ada masalah diantara mereka yang sedang makan kalau tidak membayar. Akhirnya si pemilik warung memberikan keleluasaan agar dilain waktu mereka bisa membayarnya, besok bisa sepulang sekolah membayarnya.
Dari kisah itu, kita diajak merefleksikan bahwa sifat buruk sakit hati yang tersimpan akan menjadi perbuatan buruk, yang kemudian jadi perbuatan balas-membalas, karena kepuasan yang negatif muncul setelah bisa membalas kesakithatian yang dialami. Jika hal ini dilakukan terus menerus makan tidak akan ada ujung pangkalnya. Bagaimana meredam sakit hati adalah kuncinya untuk memutus mata rantai. Kita diajak untuk melakukan demikian, untuk membuang sifat sakit hati, iri hati, dengki dan segala macam yang buruk.
Kalau perenungan yang bisa saya ambil dari bacaan Injil adalah Maria dan Marta adalah gambaran manusia, ya kita ini. Dari apa yang mereka alami itu menunjukan agar kita dalam melaksanakan sesuatu itu sepenuh hati, dan jangan mengeluh atas apa yang kita lakukan. Sama sih dengan yang romo katakan, bahwa kita juga tidak boleh iri hati. Nah Maria memilih untuk duduk dekat Yesus dan mendengarkan pengajaran Yesus. Pilihan itu harus dilakukan sepenuh hati, yaitu dengan mengamalkan pengalaman relasi pegajaran Yesus yang sudah diperoleh di kehidupan sehari-hari. Marta memilih untuk sibuk bekerja melayani tamu yang datang ke rumahnya. Apa yang dilakukan Marta tidaklah salah, Marta melayani. Namun yang harus diperhatikan, lakukanlah dengan sepenuh hati dan segenap hati, janganlah ada perhitungan apa lagi rasa iri hati. Apa yang Marta tanyakan terhadap Yesus adalah contoh bentuk keirihatian, dan itulah pelajaran iman yang bisa kita ambil.
Saya sadar, saya manusia yang masih melakukan apa yang terjadi pada Maria dan Marta, dari refleksi yang ada mencoba saya lakukan sesuai jalan yang Yesus ajarkan. Renungan ini sangat mengena, saya bisa menyadari kekurangan saya. Berusaha untuk menjadi lebih baik harus terus dilakukan agar kita bisa bersama Yesus nanti, di tempatnya yang kudus di surga. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar