Kamis, 09 Mei 2013

Menghargai Waktu

Ada sebuah slogan, “waktu adalah uang, time is money”. Mungkin ada benarnya slogan itu, terutama bagi pebisnis, atau juga bagi kita awam yang melakukan aktivitas seperti biasa. Waktu sangat berharga karena kita tidak dapat mengulang waktu yang sudah terlewat. Di dunia nyata seperti sekarang ini tidak ada “mesin waktu” seperti cerita “Doraemon” atau “Teko Ajaib” yang bisa memaninkan waktu sesuka hati dan kebutuhan.
Saya sih bukan mau membahas sekelumit soal itu. Saya hanya ingin membuat tulisan ini karena kegelisahan, kekesalan terhadap mereka yang tidak bisa menghargai waktu. Jujur si, saya sangat amat membenci hal tersebut, menyepelekan waktu itu sunggu sebuah tindakan yang sangat menyebalkan, itu menurut saya, entah bagi yang berpandangan lain. Tidak masalah ketika waktu dipermainkan jika tidak ada orang yang dirugikan, alias hanya merugikan diri sendiri. Memang saya juga bukan orang yang sempurna menghargai waktu, namun berusaha melakukan yang terbaik masih lebih baik.

Hari ini, ya seperti biasa, melihat teman yang terbiasa bermain-main dengan waktu. Yang pertama jelas, saya salut, hebat dan bisa mempermainkan waktu, segala sesuatu dilakukan dengan mepet. Biasanya sih yang dibutuhkan orang semacam ini adalah keberuntungan, selama keberuntungan selalu berpihak terhadapnya, bermain-main dengan waktu itu akan sangat menyenangkan, mungkin lebih seru dibandingkan dengan naik roller coaster.
Teman saya punya rencana travelling, jauh-jauh hari semuanya sudah dipersiapkan matang, dari akomodasi berangkat hingga pulang, akomadasi di tempat tujuan pun dipersiapkan dengan cukup baik berikut tempat tujuan yang akan dikunjungi. Semua itu sudah tercatat sesuai jadwal, dan ada jam (waktu)-nya. Buat saya, yang terpenting adalah keberangkatan, kenapa, karena kita berangkat dengan transportasi umum, yakni kereta, dimana kereta sudah punya jadwal tertentu, yang apabila kita melewatkannya, kita akan tertinggal kereta. Jelas hal ini seharusnya jadi peringatan serius bagi yang mau melakukan perjalanan.
Jadwal keberangkatan kereta pukul 11.30 siang. Ya seperti biasa, kebiasaan yang sangat menyenangkan buat teman saya itu, selalu mepet dalam segala hal. Waktu luang ada sedari pagi, meski pagi hari sempat diisi dengan aktivitas ibadah. Tapi jelas ada waktu sisa banyak. Kalau alasannya packing, pertanyaannya, “Kenapa tidak dipersiapkan tadi malam?” Jadi pagi hari sudah tinggal finishing, dan jam 09.00 pagi sudah siap, tinggal mengingatkan hal-hal lain. Kenyataannya yang teman saya lakukan ini lain. Entah tidak tahu jadwal keberangkatan kereta atau apa, baru berangkat jam 10.00, mending itu langsung sampai stasiun keberangkatan. Ternyata jam 10.00 baru berangkat ke stasiun komuter untuk menuju stasiun keberangkatan. Lanjut lagi di stasiun komuter masih menunggu rekan, akhirnya sampai jam 11.00 lewat, masih stug menunggu teman. Entahlah, apa bisa dapat kereta yang 11.30 sesuai yang dijadwalkan? Tiket dll sudah dibeli, lalu bagaimana bila tertinggal? Cuma keberuntungan yang bisa menemaninya untuk menghindarkan dirinya dari kerugian.
Saya berharap, semua yang terbaik, yang penting adalah pelajaran, biar KAPOK. Malah lebih baik adalah benar-benar tertinggal kereta, karena penyesalan itu tamparan yang cukup berharga dibandingkan diingatkan orang lain. Kerugian tiket yang sudah dibeli dengan harga yang jauh dari harga normal untuk tiket kereta ekonomi. Atau bila memang keberuntungan berpihak, semoga masih bisa berpikir hal tersebut jadi pelajaran

Masih banyak hal lain yang sering saya alami, berkaitan dengan waktu ini. Hal lain yang tidak saya suka adalah statement “anda yang butuh saya, jadi ketika anda menunggu saya, itu adalah hal yang wajar”. Ini sering sekali dialami saya dan mungkin banyak orang, ketika kita tidak punya posisi tawar.
Pernah melamar pekerjaan, atau interview atau psikotes dll. Biasanya selalu ada jadwal yang diberikan. Nah kebanyakan pihak si penawar kerja atau perusahaan ini seenak-enaknya saja mengulur waktu, entah apa itu alasannya. Contoh yang sering terjadi, jadwalnya itu jam 10.00, tetapi waktu pelaksanaan itu molor 1-2 jam dari waktu yang ditentukan. Pihak pelamar dalam hal ini tidak bisa protes, karena berada di posisi yang lemah, karena jika “melawan”, statement yang diatas tadi yang akan keluar (“anda yang butuh saya, jadi ketika anda menunggu saya, itu adalah hal yang wajar”). Jujur saya tidak suka dengan cara ini, tapi apa boleh buat.
Catatan penting buat saya, ketika saya ada di posisi mereka (pemberi kesempatan kerja), saya harus berusaha komitmen dengan waktu. Bukan apa-apa, mereka mencari orang yang disiplin, tapi mereka sendiri tidak disiplin, dan ketika menemukan orang yang tidak disiplin mereka dengan seenaknya “mencoret” atau mendiskualifikasinya. Keadilan itu harus dijunjung, ingin rasanya menampar orang yang melakukan hal itu dengan jam dinding ukuran besar, “BIGBBEN”, supaya KAPOK. Kebanyakan departemen human recources melakukan hal ini. Entah apa yang mereka cari? Kembali, kita sebagai pelamar harus kembali mengalah.

Masih banyak contoh-contoh lain dalam kehidupan sehari-hari orang-orang yang tidak menghargai waktu. Dan mereka semua itu nyaman karena keberuntungan selalu bersama mereka, sehingga apa yang mereka lakukan seakan-akan jadi aktivitas legal, padahal ada banyak yang dirugikan akibat perilaku mereka. Sedangkan mereka yang patuh, disiplin dengan waktu selalu jadi pihak yang dirugikan, jarang sekali yang ditemani keberuntungan. Bagaimana membuat mereka KAPOK?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar