Kucing, binatang berbulu yang katanya pemalas. Memang si begitu kenyataannya, sepengetahuan saya soal kucing itu menghabiskan waktu dalam hidupnya untuk tidur. Kalau ditotal umur hidup kucing sampai mati, hampir setengah umur hidupnya digunakan untuk tidur. Dengan cara itulah kucing katanya menyimpan tenaganya untuk berburu. Luar biasa memang jika ada makluk hidup yang sebagian umur hidupnya hanya untuk tidur.
Saya memang bukan penggemar kucing pada awalnya, kucing buat saya itu hewan yang pemalas dan licik, jadi saya sangat malas bermain-main dengan hewan yang satu ini. Ketakutan sama cakarannya adalah yang jadi alasan utama. Kemudian soal kuman toksonya yang jadi alasan kesehatan untuk tidak dekat-dekat dengan kucing ini. Apa yang saya pikirkan ini juga berlaku untuk kucing ras dan kampung. Tidak ada bedanya menurut saya mau ras atau kampung, semuanya punya peluang sama yang membenarkan alasan saya untuk tidak dekat dengan kucing.
Ketika masih kecil saya punya pengalaman dengan namanya kucing, bahkan kata orang tua saya ketika saya masih di dalam kandungan, saya sudah punya pengalaman dengan kucing, begitu kata ibu saya. Dulu ketika saya masih dikandung ibu, ayah saya punya masalah dengan kucing Karena ketika dia sedang lapar, ikan peda yang ada di meja makan dicuri sama itu kucing. Akhirnya ayah saya naik pitam, dan itu kucing habis dihajar akhirnya mati, mayatnya dibuang di kali. Serem bukan kalau dengar ceritanya, padahal sih sudah diingatkan ibu saya waktu itu jangan sampe dibunuh, toh kan ada yang laggi hamil, nanti ada apa-apa dengan kandungannya. Itu kepercayaan orang tua dulu. Memang ada benarnya, pas saya lahir kuping kanan saya nampak 'caplang' tidak ada lipatannya mirip kuping kucing.
Meski begitu bakat saya benci terhadap kucing ada sampe saya kecil itu, ketika kecil pun saya sangat iseng dengan namanya kucing. Saya pernah mengejar-ngejar anak kucing berumur 4-5 bulan, sampai akhirnya itu kucing lari menyebrang jalan akhirnya terlindas mobil dan mati. Setelah itu saya terpukul dan sangat menyesal, sampai selama satu minggu saya menangis melihat TKP. Ketika itu saya berumur 6-7 tahun. Sejak saat itu saya memang masih usil dengan kucing, tetapi tidak seekstrim ketika saya kecil. Hingga akhirnya di umur 26 tahun saya menyadari ternyata kucing itu hewan yang menarik dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Saya baru menyadari ternyata kucing ini bisa jadi obat non medis untuk mengurangi stres, juga sebagai hiburan murah meriah melihat tingkahnya. Meskipun saya tahu ada resiko virus tokso yang mengintai saya. Tetapi dengan berusaha menjaga kebersihan mudah-mudahan apa yang saya takutkan itu bisa saya lawan, meski tidak ada kepastiannya sampai saya buktikan nanti.
Saya telah membuat beberapa postingan tentang kucing peliharaan yang saya miliki. Di situ dipaparkan bagaimana kucing-kucing yang saya miliki. Merekalah yang sudah menjadi keluarga saya, ya setidaknya mereka selalu ada ketika saya sedang stres. Mereka selalu datang menyambut saya ketika saya pulang dari kantor, atau sepulang dari bebepergian. Mereka selalu menemani saya ketika kamar saya terbuka, mereka masuk dan mengajak berinteraksi dengan bermain atau sekedar mengendus. Setelah saya selami sifat dan tingkah laku mereka, barulah saya menyadari memang kucing cocok untuk jadi teman atau hewan peliharaan.
Beberapa hewan yang pernah saya jadikan peliharaan, namun baru kucing ini yang hubungan interaksinya lebih bisa 'dapet'. Saya pernah memelihara burung tekukur (puter), pernah juga memelihara ikan oskar, sampai kura-kura brazil yang saya rawat sejak kecil hingga sekarang sudah berumur 5 tahunan. Kini kura-kura itu saya tinggal di rumah saya di Cirebon. Dari kesemua hewan peliharaan saya itu, cuma kucing saja yang bisa jadi obat saya dikala stres dengan permasalahan yang ada.
Tingkah laku kucing itulah yang membuat saya tertarik, lucu dan unik, nakal, licik dan segala macamnya ada, bahkan sifat malas dan cueknya juga membuat gemas. Saya melihat dan mengamati tingkah dan perilakunya sejak usianya masih kecil hingga sudah berumur setahun lewat. Waktu yang cukup jadi modal saya untuk mengenal perilaku kucing kampung lainnya. Karena saya paham, kucing kampung lainnya punya karakter dan sifat yang berbeda pula, sama halnya seperti manusia yang punya sifat dan karakter beragam. Bahkan ketika kucing sedang tidur saya, bisa menghibur saya. Banyak hal yang bisa saya pelajari dari tingkah laku mereka. Jadi bagi yang punya masalah dengan tekanan stres tinggi, cobalah untuk memelihara kucing, tapi peliharalah dari kecil dan coba untuk menikmati setiap tingkahnya dan proses pertumbuhannya.
Kebetulan kucing yang saya pelihara ini punya sifat yang baik, tidak seperti kucing lainnya yang suka menandai tempat yang dia datangi dengan air seninya. Kucing yang saya pelihara ini sangat sopan, dan tak pernah saya lihat menandai wilayah dengan air seni. Yang dilakukan hanya mencakar-cakar bagian yang dianggap empuk untuk dicakar. Paling itu saja sifat nakalnya dan buat saya itu bukan masalah, untuk saat ini tentunya. Kucing yang saya pelihara ini juga sudah pintar untuk buang kotoran dan kencing di tempat tertentu, jadi tidak ada masalah dengan kotoran yang berserakan di halaman pekaranan rumah.
Sebagai perkenalan dan penutup postingan ini, kucing-kucing yang jadi anggota keluarga peliharaan saya adalah si belang, dan orange. Keduanya merupakan saudara kandung belang kakaknya dan orange adiknya. Nah kebetulan belang dihamili ayahnya sendiri dan berhasil beranak tiga ekor kucing, mereka adalah al (betina), el (betina) dan dul (jantan). Merekalah kucing-kucing peliharaan ku. Umur belang dan orange ketika postingan ini saya buat berumur satu tahun sedangkan ketiga anak si belang berumur 4 bulan jalan. Mereka lah obat pelipur stres ku. (^_^)?
Saya memang bukan penggemar kucing pada awalnya, kucing buat saya itu hewan yang pemalas dan licik, jadi saya sangat malas bermain-main dengan hewan yang satu ini. Ketakutan sama cakarannya adalah yang jadi alasan utama. Kemudian soal kuman toksonya yang jadi alasan kesehatan untuk tidak dekat-dekat dengan kucing ini. Apa yang saya pikirkan ini juga berlaku untuk kucing ras dan kampung. Tidak ada bedanya menurut saya mau ras atau kampung, semuanya punya peluang sama yang membenarkan alasan saya untuk tidak dekat dengan kucing.
Ketika masih kecil saya punya pengalaman dengan namanya kucing, bahkan kata orang tua saya ketika saya masih di dalam kandungan, saya sudah punya pengalaman dengan kucing, begitu kata ibu saya. Dulu ketika saya masih dikandung ibu, ayah saya punya masalah dengan kucing Karena ketika dia sedang lapar, ikan peda yang ada di meja makan dicuri sama itu kucing. Akhirnya ayah saya naik pitam, dan itu kucing habis dihajar akhirnya mati, mayatnya dibuang di kali. Serem bukan kalau dengar ceritanya, padahal sih sudah diingatkan ibu saya waktu itu jangan sampe dibunuh, toh kan ada yang laggi hamil, nanti ada apa-apa dengan kandungannya. Itu kepercayaan orang tua dulu. Memang ada benarnya, pas saya lahir kuping kanan saya nampak 'caplang' tidak ada lipatannya mirip kuping kucing.
Meski begitu bakat saya benci terhadap kucing ada sampe saya kecil itu, ketika kecil pun saya sangat iseng dengan namanya kucing. Saya pernah mengejar-ngejar anak kucing berumur 4-5 bulan, sampai akhirnya itu kucing lari menyebrang jalan akhirnya terlindas mobil dan mati. Setelah itu saya terpukul dan sangat menyesal, sampai selama satu minggu saya menangis melihat TKP. Ketika itu saya berumur 6-7 tahun. Sejak saat itu saya memang masih usil dengan kucing, tetapi tidak seekstrim ketika saya kecil. Hingga akhirnya di umur 26 tahun saya menyadari ternyata kucing itu hewan yang menarik dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Saya baru menyadari ternyata kucing ini bisa jadi obat non medis untuk mengurangi stres, juga sebagai hiburan murah meriah melihat tingkahnya. Meskipun saya tahu ada resiko virus tokso yang mengintai saya. Tetapi dengan berusaha menjaga kebersihan mudah-mudahan apa yang saya takutkan itu bisa saya lawan, meski tidak ada kepastiannya sampai saya buktikan nanti.
Saya telah membuat beberapa postingan tentang kucing peliharaan yang saya miliki. Di situ dipaparkan bagaimana kucing-kucing yang saya miliki. Merekalah yang sudah menjadi keluarga saya, ya setidaknya mereka selalu ada ketika saya sedang stres. Mereka selalu datang menyambut saya ketika saya pulang dari kantor, atau sepulang dari bebepergian. Mereka selalu menemani saya ketika kamar saya terbuka, mereka masuk dan mengajak berinteraksi dengan bermain atau sekedar mengendus. Setelah saya selami sifat dan tingkah laku mereka, barulah saya menyadari memang kucing cocok untuk jadi teman atau hewan peliharaan.
Beberapa hewan yang pernah saya jadikan peliharaan, namun baru kucing ini yang hubungan interaksinya lebih bisa 'dapet'. Saya pernah memelihara burung tekukur (puter), pernah juga memelihara ikan oskar, sampai kura-kura brazil yang saya rawat sejak kecil hingga sekarang sudah berumur 5 tahunan. Kini kura-kura itu saya tinggal di rumah saya di Cirebon. Dari kesemua hewan peliharaan saya itu, cuma kucing saja yang bisa jadi obat saya dikala stres dengan permasalahan yang ada.
Tingkah laku kucing itulah yang membuat saya tertarik, lucu dan unik, nakal, licik dan segala macamnya ada, bahkan sifat malas dan cueknya juga membuat gemas. Saya melihat dan mengamati tingkah dan perilakunya sejak usianya masih kecil hingga sudah berumur setahun lewat. Waktu yang cukup jadi modal saya untuk mengenal perilaku kucing kampung lainnya. Karena saya paham, kucing kampung lainnya punya karakter dan sifat yang berbeda pula, sama halnya seperti manusia yang punya sifat dan karakter beragam. Bahkan ketika kucing sedang tidur saya, bisa menghibur saya. Banyak hal yang bisa saya pelajari dari tingkah laku mereka. Jadi bagi yang punya masalah dengan tekanan stres tinggi, cobalah untuk memelihara kucing, tapi peliharalah dari kecil dan coba untuk menikmati setiap tingkahnya dan proses pertumbuhannya.
Kebetulan kucing yang saya pelihara ini punya sifat yang baik, tidak seperti kucing lainnya yang suka menandai tempat yang dia datangi dengan air seninya. Kucing yang saya pelihara ini sangat sopan, dan tak pernah saya lihat menandai wilayah dengan air seni. Yang dilakukan hanya mencakar-cakar bagian yang dianggap empuk untuk dicakar. Paling itu saja sifat nakalnya dan buat saya itu bukan masalah, untuk saat ini tentunya. Kucing yang saya pelihara ini juga sudah pintar untuk buang kotoran dan kencing di tempat tertentu, jadi tidak ada masalah dengan kotoran yang berserakan di halaman pekaranan rumah.
Sebagai perkenalan dan penutup postingan ini, kucing-kucing yang jadi anggota keluarga peliharaan saya adalah si belang, dan orange. Keduanya merupakan saudara kandung belang kakaknya dan orange adiknya. Nah kebetulan belang dihamili ayahnya sendiri dan berhasil beranak tiga ekor kucing, mereka adalah al (betina), el (betina) dan dul (jantan). Merekalah kucing-kucing peliharaan ku. Umur belang dan orange ketika postingan ini saya buat berumur satu tahun sedangkan ketiga anak si belang berumur 4 bulan jalan. Mereka lah obat pelipur stres ku. (^_^)?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar