Beberapa minggu menjelang akhir April media sudah mendengungkan kabar soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah. Rencana yang dianggap tidak populis bagi pemerintah yang sebentar lagi akan mengakhiri masa baktinya 2014 nanti. Kenaikan harga BBM merupakan isu seksi bagi pemerintahan, karena di sinilah kebijakan pro atau tidak dengan rakyatnya.
Di Indonesia harga BBM memegang peranan penting terhadap harga komoditas. Ketika ada kenaikan harga BBM sedikit saja akan mempengaruhi tingkat inflasi yang terjadi, karena harga BBM ini masuk dalam komponen penyusun harga. Kemudian juga faktor kesejahteraan rakyat ekonomi lemah jelas akan semakin terhimpit akibat kenaikan harga BBM tersebut. Efeknya jelas berantai bagi perekonomian secara keseluruhan, hal ini memang sudah terbukti berdasarkan pengalaman.
Pemerintah memutuskan untuk menaikan kembali harga BBM karena alasan tekanan terhadap APBN. Subsidi untuk bahan bakar semakin membengkak di tengah peningkatan konsumsi BBM secara keseluruhan. Pemerintah terlihat mengambil cara simpel untuk menyelesaikan masalah tekanan terhadap APBN ini dengan mengurangi subsidi. Memang alasan lain pendukung kenaikan itu karena pemerintah ingin agar subsidi itu lebih tepat sasaran. Tujuannya memang mulia, namun saya berpendapat cara ini terlalu simpel bila hanya untuk mengamankan APBN. Pemerintah tidak mengambil langkah jangka panjang untuk itu.
Pemerintah tidak melihat apa saja yang membuat pembengkakan konsumsi BBM selama ini? Apakah karena memang penggunaannya tak tepat sasaran? Ataukah karena banyaknya penyelundupan? Ataukah tingkat keborosan masyarakat terhadap BBM ini semakin tinggi? Apakah meningkat karena meningkatnya pupulasi kendaraan yang berujung konsumsi bahan bakar juga meningkat? Atau banyak hal lain yang menyebabkan peningkatan konsumsi BBM secara agregat di nusantara ini. Pemerintah juga tidak melihat soal distribusi BBM yang masih carut-marut di daerah. Kelangkaan BBM di daerah seolah-olah tidak pernah diatasi serius, padahal masyarakt di daerah menerima kenaikan yang ada asalkan pasokan BBM itu jelas. Lihat di berita, di luar pulau Jawa, masyarakat butuh waktu berjam-jam untuk mengantri di SPBU hanya untuk mengisi bahan bakarnya. Apakah masalah-masalah ini tidak diperhatikan pemerintah sebagai pengambil kebijakan?
Alasan tekanan APBN sepertinya tidak pantas dikemukakan jika pemerintah belum menyelesaikan masalah-masalah yang saya utarakan di atas. Pemerintah harusnya mencoba menyelesaikan terlebih dahulu akar permasalahan yang ada, baru mengambil jalan terakhir bila harus menaikan harga BBM.
Di April-Mei 2013 ini pemerintah berencana menaikan harga BBM, dengan membuat dua opsi harga BBM. Yaitu satu harga BBM subsidi khusus untuk kendaraan sepeda motor dan kendaraan angkutan umum dan kedua harga BBM non subsidi yang dinaikan di angka tertentu untuk kendaraan pribadi, serta kendaraan berplat hitam lainnya. Rencananya kenaikan itu akan terjadi di awal Mei 2013 dengan diyakinkan oleh sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan Pertamina sebagai pemegang hak monopoli minyak kaki tangan pemerintah.
Namun ternyata rencana itu ditangguhkan. Pemerintah akan menetapkan satu harga saja soal kenaikan harga BBM. Pemerintah masih akan meninjau ulang soal rencana kenaikan harga BBM tersebut terhadap tingkat inflasi serta proteksi terhadap masyarakat kecil. Solusi pemberian BLT kembali jadi opsi penyanding kenaikan harga BBM. Skenario yang sama ketika akhir pemerintahan incumbent periode yang lalu.
Inilah yang saya bilang sebagai blunder pemerintah mengenai hal ini. Blunder yang luar biasa merugikan pemerintah itu sendiri sebenarnya. Kenapa?
Jawabannya, Pertama, cara yang licik digunakan untuk meraup suara di pemilu 2014, jelas membuat iklim demokrasi jadi rusak. Memang hal ini dibantah mereka yang duduk di pemerintahan, tetapi kita sudah terlalu sering dibohongi dengan cara yang sama. Yang jelas kebijakan ini tidak akan efektif. Kedua, beberapa minggu sejak pengumuman rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah, terjadi gejolak di masyarakat, meski gejolak ini hanya gejolak ringan. Yang jelas masyarakat menjadi panic buying. Masyarakat seperti takut dengan efek kenaikan harga BBM, terutama bagi masyarakat dengan penghasilan rendah. Tidak hanya kepanikan tersebut. Rencana kenaikan harga BBM ini pun akhirnya dimanfaatkan spekulan-spekulan BBM untuk memanfaatkan perbedaan harga sebelum dan sesudah kenaikan. Hal itu ditunjukan dengan banyaknya penyelundupan-penyelundupan BBM belakangan ini. Masyarakat sepertinya dipaksa untuk berkreatifitas dengan cara yang salah.
Sebenarnya ditingkat pengambil kebijakan bisa melihat bahwa ketika pemerintah mengumumkan kenaikan BBM saja konsumsi BBM sudah meningkat pesat dibandingkan hari-hari biasa. Ini sudah jadi indikator yang harus diperhatikan, terutama soal pengawasan terhadap distribusi BBM tersebut. Baik dari tangan Pertamina hingga sampai ke penjual eceran. Itu yang terlihat oleh mata. Belum lagi penyelundupan dengan volume lebih besar oleh spekulan-spekulan berduit.
Penundaan kenaikan harga BBM ini sebenarnya menunjukan ketidaksiapan pemerintah. Padahal hanya untuk kebijakan jangka pendek pemerintah nampak tidak siap, lalu bagaimana dengan program jangka panjang. Entah apakah penundaan ini karena maraknya penyelundupan oleh masyarakat? Entahlah, pola pikir pemerintah kita memang sulit dibaca, karena memang tujuannya tidak jelas untuk siapa? Kalau untuk rakyat pasti ada keseragaman kebijakan tentunya.
Sebenarnya memang ada nilai positif dari kenaikan harga BBM ini. Masyarakat sebenarnya diajak untuk menghemat penggunaan BBM. Jangan karena BBM kita relatif murah, kita bisa seenaknya menggunakan BBM untuk kepentingan yang tidak perlu. Kemudian juga mengajarkan penerapan keadilan dalam masyarakat. Kita tahu di Indonesia ini gap antara si kaya dan si miskin sangatlah jauh. Terkadang si kaya ini masih saja memanfaatkan apa yang menjadi hak si miskin. Buktinya, penggunaan BBM subsidi masih saja dinikmati oleh mereka yang mampu. Banyak kasusnya, orang yang punya mobil mewah mengisi tangki kendaraannya dengan BBM subsidi, belum lagi aparat, pejabat, pengusaha dan orang-orang yang ekonominya dianggap mampu. Harusnya mereka sadar diri untuk tidak memanfaatkan yang bukan haknya. Hak untuk mereka pun sudah disediakan, setidaknya itulah yang mereka gunakan.
Saran saya, pemerintah sebelum berencana menaikan harga BBM ini selesaikan terlebih dahulu masalah-masalah soal distribusi dan pengawasan harga BBM di masyarakat. Perkecil angka penyelundupan dan kemungkinan penyelundupan BBM. Persiapkan infrastruktur yang ada yang mendukung kebijakan tersebut. Apabila semua sudah siap, barulah pemerintah pastikan tanggal dan waktunya, sehingga tidak membuat masyarakat memanfaatkan keadaan dari jeda tanggal pengumuman rencana kenaikan hingga waktu eksekusi penerapan kebijakan. Sehingga tidak ada lagi blunder atas sebuah kebijakan. Cpr.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar